Senin, 02 September 2013

Sejarah Bandeng

Ikan Bandeng (Chanos chanos) adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalamfamilia Chanidae (bersama enam genus tambahan dilaporkan pernah ada namun sudah punah). Dalam bahasa Bugis dan Makassar dikenal sebagai ikan bolu, dan dalam bahasa Inggris milkfish)
Daerah penyebaran ikan bandeng (Chanos-Chanos Forskal) sangat luas mulai dari Samudra Hindia sampai ke tepi pantai Amerika. Dari pantai Afrika sampi ke kepulauan Tuamotu sebelah timur Tahiti dan dari Jepang Selatan sampai Austrlia Utara. Namun demikian, ikan bandeng kurang dikenal di masyarakat karena ikan bandeng jarang ditangkap oleh nelayan. Di Indonesia ikan bandeng banyak terdapat di laut Jawa, Madura, Bali, NTT, Maluku, Sulaweis,Pulau Buru, Kalimantan, Di Indonesia, Ikan bandeng semula dikenal sebagai ikan hias di kolam istana Kerajaan Majapahit. Waktu itu,belum dikenal namanya. Suatu ketika raja menginginkan mencoba rasa daging ikan asing tersebut. Ternyata gurih dan enak. Sehingga akhirnya raja menitahkan untuk menangkap ikan bandeng secara besar-besaran. Ikan ini dikonsumsi sangat terbatas , yaitu bagi kalangan istana. Setelah kerajaan majapahit runtuh,akhirnya para abdi dalem menyebarluaskan tentang rasa ikan bandeng tersebut, sehingga akhirnya ikan bandeng dikenal oleh masyarakat umum.
Setelah dikenal, maka permintan bandeng mengalami peningkatan pada saat itu. Karena semakin meningkat, akhirnya ikan bandeng tersebut dibudidayakan dalam keramba. Usaha keramba itu ternyata bias dimanfaatkan sebgaia usaha sampingan bagi para nelayan yang tidak bias melaut. Keramba-keramba diletakan di tepi pantai. Ikan bandeng dibiarkan dalam keramba hingga berukuran tiga jari orang dewasa baru dilakukan panen.
Ikan muda disebut nener (IPA : nənər ) dikumpulkan orang dari sungai-sungai dan dibesarkan di tambak-tambak. Di sana mereka bisa diberi makanan apa saja dan tumbuh dengan cepat. Setelah cukup besar (biasanya sekitar 25-30 cm) bandeng dijual segar atau beku. Bandeng diolah dengan cara digoreng, dibakar, dikukus, dipindang,dipresto, atau diasap dan masih banyak lagi cara mengolah bandeng yang akhir-akhir ini terus berkembang pesat..
Ikan bandeng disukai sebagai makanan karena rasanya gurih, rasa daging netral (tidak asin seperti ikan laut) dan tidak mudah hancur jika dimasak. Kelemahan bandeng ada dua: dagingnya 'berduri' dan kadang-kadang berbau 'lumpur'/'tanah'.
Duri bandeng
Duri bandeng sebenarnya adalah tulang dari bandeng. Duri ini mengganggu kenikmatan dalam memakandagingnya. Gangguan ini dapat diatasi dengan penggunaan panci bertekanan tinggi (presto atau autoklaf) dalam waktu tertentu, sehingga duri ini menjadi lunak dan dapat dihancurkan jika dikunyah.
Bau lumpur
Bau lumpur pada bandeng banyak dialami pada bandeng yang diambil dari tambak. Bandeng yang dipelihara di karamba hampir tidak berbau. Penyebab gejala bau lumpur adalah beberapa plankton Cyanobacteria, terutama dari genus Oscillatoria, Symloca, dan Lyngbia, yang menghasilkan geosmin. Apabila ikan tinggal di tempat yang kaya geosmin atau memakan plankton ini, dagingnya akan memiliki cita rasa tanah.

Bau lumpur dapat diatasi paling tidak dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan memelihara ikan selama 7—14 hari dalam air mengalir bebas biosmin sebelum dijual. Cara kedua adalah dengan perlakuan pemberian asam tertentu

Share This!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Followers

About

Kami Mitra Fresh Menyediakan kebutuhan komoditas bandeng fres huntuk kebutuhan anda dengan kualitas produk yang baik, Mari bermitra bersama kami